Pengertian Hukum
Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi
dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara
dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara
hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik
dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Tujuan Hukum
Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau
pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para
ahli :
1. Prof Subekti, SH,
Hukum itu mengabdi pada tujuan
negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara
menyelenggarakan keadilan.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn
Tujuan hukum adalah mengatur
hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian
antara sesama.
3. Geny
Tujuan hukum semata-mata
ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan
sebagai unsur dari keadilan.
Secara singkat Tujuan Hukum antara lain:
keadilan
kepastian
kemanfaatan
Menurut kami sendiri hukum bertujuan
untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya
perpecahan dan mendapat keselamatan dalam keadilan.
Faidah / Norma Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi
oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan
berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga
berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada
sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum
tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang
diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu.
Karena ada kaidah
hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah
sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau
diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan
patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh
mereka lakukan.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi
2, yaitu :
1. hukum yang imperative
Hukum imperatif
adalah hukum yang memaksa,yang bisa di artikan juga merupakan hukum yang dalam
keadaan kongkret harus dita’ati atau hukum yang tidak boleh di tinggalkan oleh
para pihak dan harus diikuti. Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa itu
berlaku bagi para pihak yang bersangkutan maupun hakim sehingga hukum itu
sendiri harus diterapkan meskipun para pihak mengatur sendiri hubungan
mereka.sebagai contoh adalah ketentuan pasal 913 burgerlijk wetboek
indonesia(dikutip dari ”Pengantar Ilmu Hukum”Prof.Dr.Mahmud Marzuki SH.MS.LL.M)
yang berbunyi:
”Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undangialah suatu bagian dari harta benda yang harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu,baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup maupun sebagai wasiat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut,pewaris dengan testamen sekalipun tidak di bolehkan untuk mengurangi bagian terkecil dari ahli waris sekecil apapun.hal ini akan terjadi pada kasus kematian seseorang,ketika dia meninggal dan mennggalkan sebuah harta, katakanlah si mayat punya 3 anak,dan dia juga punya wanita simpanan yang ia cintai, sebelum meninggal dia telah mewasiatkan seluruh harta bendanya kepada wanita simpanan tersebut.kerena testamen atau wasiat tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 913 BW,maka testaman itu tidak dapat di eksekusi.disini yang di haruskan terjadi ialah ketiga anak tersebut harus mendapatkan warisan sesuai dangan pasal 914 BW tentang besarnya legitieme portie yang berhak di terima oleh ketiga anak tersebut, barulah sisanya kemudian dapat di wariskan kepada wanita simpanan tersebut.
”Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undangialah suatu bagian dari harta benda yang harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu,baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup maupun sebagai wasiat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut,pewaris dengan testamen sekalipun tidak di bolehkan untuk mengurangi bagian terkecil dari ahli waris sekecil apapun.hal ini akan terjadi pada kasus kematian seseorang,ketika dia meninggal dan mennggalkan sebuah harta, katakanlah si mayat punya 3 anak,dan dia juga punya wanita simpanan yang ia cintai, sebelum meninggal dia telah mewasiatkan seluruh harta bendanya kepada wanita simpanan tersebut.kerena testamen atau wasiat tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 913 BW,maka testaman itu tidak dapat di eksekusi.disini yang di haruskan terjadi ialah ketiga anak tersebut harus mendapatkan warisan sesuai dangan pasal 914 BW tentang besarnya legitieme portie yang berhak di terima oleh ketiga anak tersebut, barulah sisanya kemudian dapat di wariskan kepada wanita simpanan tersebut.
2. hukum yang fakultatif
Hukum fakultatif
adalah hukum yang mengatur,yang bisa di artikan juga sebagai hukum pelangkap
yang artinya dalam keadaan kongkret,hukum tersebut dapat di kesampingkan oleh
perjanjian yang diadakan oleh para pihak dan dengan kata lain ini merupakan
hukum secara apiori tidaklah mengikat atau wajib di ta’ati. Sebagai contoh
dalam pasal 119 KUH Perdata berbunyi ”Mulai saat perkawinan dilangsungkan,demi
hukum,berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan harta kekayaan
istri,sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak di adakan ketentuan
lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh di tiadakan atau di ubah
dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri”.(di kutip dari ”Dasar-Dasar
Ilmu Hukum” Ishaq SH.M Hum).
Jadi,dalam hal ini sebenarnya kedua belah pihak dapat mengesampingkan peraturan ini,jika kedua belah pihak membuatpersetujuan-persetujuan lain yang sekiranya dapat membuat kedunya saling menyepakati persetujuan atau perjanjian tersebut.misalnya dengan membuat harta mereka terpisah satu sama lain,atau sebagainya.
Dari pengertian di atas tentang hukum imperatif(hukum yang memaksa) dan fakultatif (hukum yang mengatur),kata hukum yang memaksa dan mengatur sebenarnya merupakan istilah yang di gunakan oleh Belanda dalam membentuk Undang-undang,karena itulah istilah yang sangat tepat untuk menyebut ”hukum yang mengatur dan memaksa” sebagai ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dan mengatur.hal ini sejalan dengan istilah bahasa inggris ”Mandatory Provision”untuk ketentuan yang bersifat memaksa,dan ”Directory Provision” untuk ketentuan yang bersifat mengatur.
Ada 4 macam norma yaitu :
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan
3. Norma Kesopanan
4. Norma Hukum
Sumber :
madewahyudisubrata.blogspot.com/.../pengertian-hukum-dan-hukum- ekonomi.html
http://acan-elhasby.blogspot.com/2009/11/konsep-hukum-imperatif-dan-fakultatif.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar